LOVEBIRD LUTINO
Lovebird memang banyak dipelihara sebagai burung
berkicau. Tidak sedikit pula para penggemar burung yang lebih menyukai
warnanya. Dari munculnya budaya untuk mengawinsilangkan burung Lovebird agar
menghasilkan sebuah anakan baru, sejak abad 17-an masehi kegiatan itu telah
dirintis, akan tetapi baru sekitar tahun 1940-an hal tersebut tercatat.
Oleh karena hobi untuk mengawinsilangkan inilah maka banyak
Lovebird mutan diperoleh. Sehingga tidak heran jika Lovebird mutan berkembang
pesat, terlebih lagi dengan disertai cukup banyak kegiatan lomba dilaksanakan
untuk mempertandingkan Lovebird dari hasil persilangan tersebut.
Jenis burung tersebut yang banyak terdapat di Indonesia
antara lain adalah Lovebrid Muka Salem, Lovebird Kacamata Topeng, dan Kacamata
Fischer. Dari ketiga jenis tersebut, Lovebird Muka Salem yang paling banyak
mengalami mutasi. Jenis ini, juga Kacamata Fischer lebih mudah beradaptasi
dengan lingkungan yang baru.
Dari Lovebird Muka Salem ini dihasilkan jenis Golden Cherry
(warna kuning, mata gelap), Albino (warna putih, mata merah), Lutino (warna
kuning mata merah), Cinnamon (kecokelatan), dan Pied (Bercak-bercak). Lovebird
Pied seperti Muka Salem normal, namun hanya saja terdapat bercak-bercak di
bagian dada, punggung dan perutnya.
Lovebird mutan di Indonesia kebanyakan masih impor, memang
untuk menghasilkan burung mutan dari induk normal agak sulit, sebab, tergantung
ada tidaknya gen mutasi yang dibawa. Inilah banyak dilakukan oleh para
penggemar burung di luar negeri karena mereka memang terbiasa melakukan
persilangan-persilangan.
Sedangkan untuk menghasikan Lovebird Lutino, paling baik
adalah dengan mengawinkan pajantan hijau normal dengan betina Lutino. Dengan
cara demikian, maka kemungkinan besar dapat memperoleh anak Lutino pada
generasi pertama mencapai 60%.
Selain itu, jenis kelamin anakan dapat diketahui sebelum
bulunya muncul. Caranya dengan melihat warna mata. Anakan bermata merah itu
pasti betina yang Lutino sedangkan yang bermata gelap, jantan normal. Usaha
breeding memang membutuhkan kesabaran, belum tentu keturunan pertama langsung
mendapatkan yang mutan. Kalau telur yang dihasilkan empat biji, kemungkinan
mendapatkan satu Lovebird mutan.
Akan tetapi yang lebih sulit adalah menghasilkan LovebirdAlbino. Pertama, harus mempersiapkan calon induk betina yang Lutino/biru
berasal dari perkawinan betina warna biru dengan jantan Lutino. Selain itu
harus ada calon induk jantan yang dihasilkan dari betina Lutino dan jantan
biru/Lutino. Dari sana kemudian keduanya baru dikawinkan untuk menghasilkan
Lovebird Albino.
Salah satu daya tarik lovebird adalah karena warnanya yang
indah. Oleh karena itu, dalam pengembangbiakan lovebird biasanya direncanakan
suatu pengembangbiakan lovebird dengan pola warna tertentu. Hal ini memang
memungkinkan dan sudah banyak yang berhasil mengembangbiakkan lovebird dengan
warna-warna tertentu. Biasanya warna-warna yang langka akan membuat harga
lovebird menjadi sangat tinggi.
Dalam merencanakan warna bulu pada pengembangbiakan lovebird
tidak dapat dilepaskan dari hukum genetik. Secara umum, demikian disebutkan
Siti Nuramaliati Prijono dalam buku berjudul Lovebird, telah diketahui bahwa
dari pasangan yang dikawinkan maka sifat anak-anak 50% meniru induk betina dan
50% meniru induk jantan. Dengan kata lain sifat anak merupakan perpaduan
setengah sifat induk jantan dan setengah sifat induk betina. Sifat-sifat yang
diturunkan ini pun masih dipengaruhi oleh sifat resesif dan sifat dominan yang
dimiliki oleh pasangan yang dikawinkan.
Untuk menentukan sifat resesif dan dominan ini dapat
diperkirakan setelah suatu pasangan yang berlainan sifatnya (dalam hal ini
warna bulu) menurunkan dua-tiga periode keturunan. Bila keturunan pada
periode-periode tersebut cenderung mempunyai hasil yang relatif sama maka dapat
diperkirakan sifat dominan dan resesif yang ada pada induk jantan dan atau
induk betina. Berdasarkan pengalaman-pengalaman inilah kemudian dapat disusun
program perencanaan warna bulu pada anak lovebird dari pasangan-pasangan yang
dipelihara.
Berkaitan dengan pengembangbiakan lovebird untuk mendapatkan
warna bulu yang berbeda maka pengetahuan dasar mengenai genetik sangat penting
diketahui oleh penangkar. Dengan pengetahuan dasar genetik tersebut
memungkinkan penangkar untuk mengawinsilangkan lovebird sehingga dapat
diperoleh anak lovebird dengan warna bulu yang diinginkan.
A.
Genetika sebagai Pengetahuan Dasar Pengembangbiakan Lovebird
Genetika
adalah ilmu tentang keturunan atau asal-usul makhluk hidup. Dalam ilmu ini
dipelajari cara suatu sifat (karakter) diturunkan kepada keturunannya.
Unit
terkecil bahan sifat keturunan adalah gen. Gen terletak pada kromosom dan
tersusun secara linear. Dalam setiap sel tubuh terdapat sepasang kromosom.
Dengan sendirinya gen-gen pada kromosom berpasangan dan pasangan gen tersebut
terletak pada lokus yang sama. Gen-gen yang terletak pada lokus yang sama
memiliki pekerjaan yang sama, hampir sama, atau berlawanan, tetapi untuk satu
tugas tertentu. Sebagai contoh, gen G bersama alelnya g bekerja untuk
menumbuhkan pigmentasi warna bulu. Gen G mampu untuk berpigmentasi, sedangkan
gen g tidak mampu berpigmentasi. Tugas gen tersebut berlawanan, tetapi untuk
tugas yang sama yaitu pigmentasi warna bulu.
Selama
proses reproduksi, satu set kromosom diturunkan dari setiap induknya kepada
anaknya. Sperma dan sel telur hanya berisi setengah dari jumlah kromosom yang
ada di sel lainnya pada tubuh. Jadi, ketika dua dari “setengah kelompok”
bersatu pada waktu proses pembuahan telur oleh sperma terbentuk suatu gabungan
yang diturunkan pada anaknya.
Dalam
genetika, bentuk luar atau kenyataan karakter yang dimiliki suatu individu
(misalnya: warna hijau pada bulu) dikenal dengan istilah fenotip. Sementara
bentuk susunan genetik suatu karakter yang dimiliki suatu individu dan ditulis
dengan simbol gen dikenal dengan istilah genotip. Simbol gen untuk lovebird
yang bulunya berwarna normal (hijau) ditulis GG. Lovebird yang berbulu lutino,
biru, dan warna mutasi lainnya ditulis gg. Lovebird yang memiliki simbol gen
yang sama (pasangan kedua alel pada suatu individu sama), misalnya GG dan gg,
disebut homozigot.
GG
adalah pasangan homozigot yang bersifat dominan, sedangkan gg adalah pasangan
homozigot yang bersifat resesif. Hal ini berarti bahwa warna lovebird yang
normal (hijau) adalah dominan terhadap warna mutasi. Apabila lovebird memiliki
simbol gen yang berbeda (pasangan kedua alel pada suatu individu tak sama),
misalnya Gg, disebut heterozigot.
Lovebird
yang memiliki genotip yang heterozigot (Gg) maka akan menunjukkan warna bulu
hijau. Warna hijau adalah dominan terhadap warna mutasi dan warna mutasi
tersebut tertutup oleh warna hijau sehingga tidak terlihat dari penampilannya.
B.
Program Persilangan untuk Menghasilkan Warna Mutasi Bulu
Gen
dapat mengalami mutasi lebih dari sekali sehingga dapat terbentuk 2 atau lebih
macam alel bagi suatu gen. Gen G berperan untuk menumbuhkan warna bulu secara
normal lalu gen G mengalami mutasi. Dengan demikian, gen G tidak mampu
mengadakan warna bulu secara normal sehingga akan menghasilkan warna bulu
lainnya, seperti albino dan lutino. Gen G yang bermutasi itu diberi simbol g.
Gen yang mengalami mutasi tersebut ditulis dengan huruf kecil karena karakter
yang ditumbuhkan bersifat resesif.
Artinya,
bila gen g terdapat pada satu tubuh dengan gen G maka gen g akan ditutupi atau
dikalahkan. Kejadian mutasi gen ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan
pengembangbiakan lovebird sehingga dihasilkan lovebird dengan warna bulu yang
diharapkan, yaitu sama atau berbeda dengan induk jantan dan betinanya. Untuk
tujuan komersial, cara ini cukup menguntungkan karena lovebird dengan warna
mutasi mempunyai daya jual yang lebih mahal.
Jenis
lovebird yang banyak dijual di pasar burung di Indonesia adalah lovebird ‘muka
salem’, lovebird kacamata ‘fischer’, lovebird kacamata ‘topeng’, dan lovebird
hasil mutasi. Ketiga jenis lovebird tersebut dapat mudah dikembangbiakkan untuk
menghasilkan lovebird warna mutasi. Di antara ketiga jenis lovebird komersial
tersebut, lovebird ‘muka salem’ dapat menghasilkan banyak warna mutasi, seperti
lutino (kuning, mata merah), golden cherry (kuning), cinnamon (cokelat kekuningan),
biru pastel, pied (bercak warna), danalbino (putih, mata merah). Warna mutasi
dari lovebird kacamata ‘topeng’ yang terkenal adalah biru.
Untuk
mendapatkan anakan dengan warna mutasi, penangkar harus mempunyai induk dengan
warna mutasi. Apabila ingin diperoleh anak dengan warna mutasi dari kedua induk
yang berbulu normal maka caranya sangat rumit dan membutuhkan waktu yang sangat
lama. Berikut ini contoh-contoh program perencanaan warna bulu pada anak
lovebird dari pasangan-pasangan yang dipelihara.
1.
Lutino
dan albino
Lutinodan albirto pada lovebird ‘muka salem’ adalah bentuk dari mutasi rangkai
kelamin resesif. Gen lutino dan albino terletak pada kromosom kelamin. Oleh
karena itu, karakter yang ditimbulkan gen ini diturunkan bersama dengan karakter
kelamin. Selain kedua bentuk mutasi tersebut, bentuk mutasi bulu lain yang
melibatkan rangkai kelamin resesif adalah cinnamon murni atau hasil mutasi yang
bermata merah.
Perhatikan
digram di bawah ini:
Pada burung, kromosom kelamin betina adalah ZW dan kromosom jantan adalah ZZ (pada binatang mamalia kromosom kelamin betina adalah XX dan kromosom jantan adalah XY). Hal ini berarti bahwa lovebird betina menghasilkan telur yang membawa Z dan W, sedangkan lovebird jantan menghasilkan sperma yang hanya membawa Z. Jika resesif gen mutan terjadi pada kromosom Z yang tidak ada pasangannya dengan kromosom W yang lebih pendek maka tidak terjadi pindah silang gen mutan tersebut.
Pada burung, kromosom kelamin betina adalah ZW dan kromosom jantan adalah ZZ (pada binatang mamalia kromosom kelamin betina adalah XX dan kromosom jantan adalah XY). Hal ini berarti bahwa lovebird betina menghasilkan telur yang membawa Z dan W, sedangkan lovebird jantan menghasilkan sperma yang hanya membawa Z. Jika resesif gen mutan terjadi pada kromosom Z yang tidak ada pasangannya dengan kromosom W yang lebih pendek maka tidak terjadi pindah silang gen mutan tersebut.
Dengan
demikian, lovebird betina hanya memerlukan satu gen resesif (contoh: g) untuk
memperlihatkan adanya mutasi dalam penampilannya, sedangkan lovebird jantan
memerlukan dua resesif gen (contoh: gg). Oleh karena keturunan yang berupa ZW
adalah betina dan ZZ adalah jantan, pewarisan kromosom Z akan mengikuti pola
khas: induk betina akan meneruskan kromosom Z hanya kepada keturunan jantannya,
sedangkan induk jantan akan meneruskan kromosom Z kepada keturunan jantan dan
betina. Itulah sebabnya anak betina akan selalu mewarisi kromosom Z dari induk
jantan karena induk betina pasti telah menyumbangkan kromosom W. Lagi pula,
induk betina dapat meneruskan informasi pada kromosom Z kepada cucunya hanya
melalui anak-anak jantannya. Sifat genetik yang dilanjutkan dengan pola khas
ini disebut rangkai kelamin.
Untuk
memperoleh bentuk lutino dari lovebird ‘muka salem’ dapat dilihat pada Tabel 1.
Gen dominan untuk warna hijau normal menggunakan simbol G.
Dengan
demikian, pejantan warna hijau normal memiliki genotip GG, betina hijau normal
adalah G-, jantan lutino adalah gg, jantan hijau normal atau pembawa sifat
lutino adalah Gg, dan betina lutino adalah g-.
Apabila
ingin diperoleh cukup banyak anak lovebird berbentuk lutino dari sepasang
lovebird yang ditangkarkan maka sebaiknya kegiatan penangkaran dimulai dengan
menangkarkan sepa-sang lovebird yang terdiri dari betina normal dan jantan
lutino (Diagram l).
Dengan
cara ini dapat diharapkan diperoleh 50% anak lutino pada generasi pertama. Hal
ini tidak mungkin terjadi bila sepasang lovebird yang dikawinkan adalah betina
lutino dengan jantan normal homozigot (Diagram 2).
Diagram
2:
Keuntungan
lain dari penggunaan pasangan betina normal dengan jantan lutino adalah dapat
diketahuinya jenis kelamin anak ketika berada di sarang, yaitu sebelum bulunya
muncul. Anak yang betina (lutino) mempunyai mata berwarna merah, sedangkan anak
jantan (normal) mempunyai mata berwarna gelap.
Untuk
menghasilkan anak lovebird albino maka perlu dimulai dengan menyilangkan
lovebird betina warna biru (BBb-) dengan lovebird jantan lutino (BBll). Persilangan
kedua induk lovebird tersebut menghasilkan keturunan pertama (F1) anak betina
lutino atau biru (Bbl-). Selain itu, diperlukan juga pejantan dengan genotip
yang sama (Bbll) yang diperoleh dari hasil perkawinan induk betina lutino
(BBl-) dengan induk jantan biru atau lutino (Bbll). Perkawinan antara kedua
keturunan F1 (Bbl- x Bbll) tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Program
persilangan untuk memperoleh anak bentuk albino dan lutino di atas dapat
diterapkan untuk lovebird jenis lain yang mempunyai kedua bentuk mutasi
tersebut.
2.
Warna
biru dan warna mutasi lainnya
Perkawinan
antara lovebird kacamata ‘topeng’ yang berbulu normal (hijau) dengan yang
berbulu biru merupakan salah satu contoh dari pasangan resesif yang melibatkan
otosom (Tabel 3). Otosom merupakan kromosom yang tak menentukan jenis kelamin.
Warna
hijau dominan terhadap warna biru. Bentuk genotip warna hijau adalah GG,
sedangkan warna biru adalah resesif dengan genotip gg. Jadi, semua sel kelamin
dari induk yang dominan akan mengandung satu gen G, sedangkan induk yang
resesif akan mengandung satu gen g. Berarti semua anak akan menerima satu gen G
dan satu gen g dari setiap induknya. Hal ini jelas terlihat bahwa semua anak
pada generasi pertama (F1) akan mempunyai genotip Gg (Diagram 3).
Hal
ini berarti secara fenotip anak lovebird tersebut berwarna hijau, tetapi anak
lovebird tersebut membawa gen warna biru pada genotipnya. Jadi, anak lovebird
tersebut bersifat heterozigot.
Ketika
lovebird heterozigot tersebut dikawinkan maka pasangan lovebird tersobut akan
menghasilkan anak yang berwarna hijau dan berwarna biru pada generasi kedua
(F2). Perbandingan harapan dari anak lovebird warna hijau terhadap biru adalah
3 : 1 dengan satu pertiga anak lovebird berwarna hijau homozigot (GG), dua
pertiga warna hijau heterozigot dan pembawa sifat warna biru (Gg), serta satu
pertiga warna biru (gg).
Pasangan
otosom resesif lainnya antara lain adalah perkawinan antara lovebird ‘muka
salem’ yang berbulu normal dengan yang berbulu biru pastel, dan perkawinan
antara jenis lovebird berbulu normal dengan lovebird warna mutasi lainnya.
Warna
bulu mutasi lainnya pada lovebird yang melibatkan pasangan otosom resesif
adalah pied dan golden cherry. Pada prinsipnya, untuk mendapatkan bulu dengan
warna mutasi tersebut hampir sama dengan program persilangan untuk memperoleh
bulu warna biru. ( Sumber: Lovebird oleh Siti Nuramaliati Prijono )